KURATOR DAN HAKIM PENGAWAS

No comments

Ulasan Lengkap

Hakim pengawas sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan dan PKPU”) yaitu:

Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang.

Sementara itu, definisi kurator dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 5 UU Kepailitan dan PKPU sebagai berikut:

Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang ini.

Deskripsi tugas seorang kurator dan hakim pengawas dalam kepailitan tersebar dalam pasal-pasal di UU Kepailitan dan PKPU. Namun tugas yang paling fundamental untuk kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit.[1] Sementara untuk hakim pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit.[2]

Dalam melakukan tugas ini kurator maupun hakim pengawas memiliki satu visi utama, yaitu mengambil keputusan yang terbaik untuk memaksimalisasikan nilai harta pailit.

Sutan Remy Sjahdeini dalam bukunya Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan (hal. 305) menjelaskan bahwa setelah putusan pailit dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga, maka ditetapkan kurator dan hakim pengawas oleh Pengadilan Niaga. Kurator adalah otoritas yang selanjutnya akan melakukan pengelolaan terhadap harta kekayaan debitur setelah dengan putusan pailit debitur tidak memiliki kewenangan lagi untuk mengelola kekayaan dan untuk harta kekayaan debitur telah berada dalam sita umum. Pengadilan juga menetapkan hakim pengawas yang bertugas untuk mengawasi kewenangan dan pelaksanaan tugas kurator agar kurator senantiasa menjalankan kewenangan dan tugasnya dalam batas-batas yang ditentukan dalam UU Kepailitan dan PKPU.

Tugas Kurator

Lebih jauh lagi tugas kurator dapat dilihat pada job description dari kurator pengurus, karena setidaknya ada 3 jenis penugasan yang dapat diberikan kepada kurator pengurus dalam hal proses kepailitan, yaitu:

  1.  Sebagai Kurator Sementara

Kurator sementara ditunjuk dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan debitur melakukan tindakan yang mungkin dapat merugikan hartanya, selama jalannya proses beracara pada pengadilan sebelum debitur dinyatakan pailit. Tugas utama kurator sementara adalah untuk mengawasi:[3]

  1. pengelolaan usaha debitur; dan
  2. pembayaran kepada kreditur, pengalihan atau pengagunan kekayaan debitur yang dalam rangka kepailitan memerlukan kurator.
  •   Sebagai Pengurus

Pengurus ditunjuk dalam hal adanya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“PKPU”).[4] Tugas pengurus hanya sebatas menyelenggarakan pengadministrasian proses PKPU, seperti misalnya melakukan pengumuman, mengundang rapat-rapat kreditur, ditambah dengan pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan usaha yang dilakukan oleh debitur dengan tujuan agar debitur tidak melakukan hal-hal yang mungkin dapat merugikan hartanya.[5]

Pengurus yang diangkat harus independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitur atau kreditur. Yang dapat menjadi pengurus, adalah:[6]

  1. orang perseorangan yang berdomisili di wilayah Negara Republik Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus harta Debitor; dan
  2. terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan.

Pengurus bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan yang menyebabkan kerugian terhadap harta debitor.[7]

  •  Sebagai Kurator

Kurator diangkat pada saat debitur dinyatakan pailit.[8] Sebagai akibat dari keadaan pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, maka debitur kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus harta kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, dan oleh karena itu kewenangan pengelolaan harta pailit jatuh ke tangan kurator.[9]

Dari berbagai jenis tugas bagi kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan, maka dapat disarikan bahwa kurator memiliki beberapa tugas utama, yaitu:

  1. Tugas Administratif

Dalam kapasitas administratif-nya, kurator bertugas untuk mengadministrasikan proses-proses yang terjadi dalam kepailitan, misalnya melakukan pengumuman (Pasal 15 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU); mengundang rapat-rapat kreditur (Pasal 82 UU Kepailitan dan PKPU); mengamankan harta kekayaan debitur pailit (Pasal 98 UU Kepailitan dan PKPU); melakukan inventarisasi harta pailit (Pasal 100 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU); serta membuat laporan rutin kepada hakim pengawas (Pasal 74 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU).

Dalam menjalankan kapasitas administratifnya, kurator memiliki kewenangan untuk melakukan penyegelan, bila perlu (Pasal 99 ayat (1) UU Kepailitan).

  •  Tugas Mengurus/Mengelola Harta Pailit

Berdasarkan Pasal 24 dan Pasal 69 UU Kepailitan dan PKPU, sejak putusan pailit diucapkan semua wewenang debitur untuk menguasai dan mengurus harta pailit termasuk memperoleh keterangan mengenai pembukuan, catatan, rekening bank, dan simpanan debitur dari bank yang bersangkutan beralih kepada kurator.[10]

  • Tugas Melakukan Penjualan-Pemberesan

Tugas yang paling utama bagi kurator adalah melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.[11] Maksudnya pemberesan di sini adalah penguangan aktiva untuk membayar atau melunasi utang.[12]

Tugas Hakim Pengawas

Dalam putusan pernyataan pailit, selain kurator, harus juga diangkat seorang hakim pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan.[13]

Pengadilan wajib mendengar pendapat hakim pengawas, sebelum mengambil suatu putusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit.[14]

Hakim pengawas berwenang untuk mendengar keterangan saksi atau memerintahkan penyelidikan oleh para ahli untuk memperoleh kejelasan tentang segala hal mengenai kepailitan.[15]

Tugas hakim pengawas juga dapat dilihat dalam rapat kreditur, yaitu bertindak sebagai ketua.[16] Hakim pengawas menentukan hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat Kreditor pertama, yang harus diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal putusan pailit diucapkan.[17]

Dalam hal pencocokan piutang, paling lambat 14 (empat belas) hari setelah putusan pernyataan pailit diucapkan, hakim pengawas harus menetapkan:[18]

  1. batas akhir pengajuan tagihan;
  2. batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
  3. hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat Kreditor untuk mengadakan pencocokan piutang.

persyaratan dan prosedur untuk menjadi Kurator:

  1. Menurut Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Kurator dan Pengurus (“Permenkumham 18/2013”), untuk terdaftar sebagai Kurator dan Pengurus, orang perseorangan harus mengajukan pendaftaran kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (“Menteri”) secara tertulis dalam bahasa Indonesia.

Orang perseorangan yang mengajukan pendaftaran sebagai kurator harus memenuhi syarat sebagai berikut:[2]

  1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  2. Berkewarganegaraan Indonesia dan berdomisili di wilayah Indonesia;
  3. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;
  4. Sehat jasmani dan rohani;
  5. Advokat, akuntan publik, sarjana hukum atau sarjana ekonomi jurusan akuntansi;
  6. Telah mengikuti pelatihan Kurator dan Pengurus dan dinyatakan lulus dalam ujian yang penilaiannya dilakukan oleh Komite Bersama;
  7. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman pidana 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
  8. Tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga; dan
  9. Membayar biaya penerimaan Negara Bukan Pajak yang besarannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

Bagi sarjana hukum atau sarjana ekonomi harus telah bekerja pada kantor advokat atau kantor akuntan publik paling singkat 3 (tiga) tahun.[3]

  • Apabila seseorang telah memenuhi syarat-syarat di atas, maka selanjutnya menurut Pasal 4 ayat (1) jo. Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 1 angka 6 Permenhukham 18/2013 ia dapat mengajukan permohonan pendaftaran ke Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dengan melampirkan kelengkapan syarat sebagai berikut:
  • Fotokopi Kartu Tanda Penduduk;
  • Fotokopi Nomor Pokok Wajib pajak;
  • Fotokopi sertifikat tanda lulus ujian kurator dan pengurus yang dilegalisir oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum;
  • Surat rekomendasi dari organisasi profesi kurator dan pengurus;
  • Surat pernyataan tidak rangkap jabatan;
  • Surat pernyataan bersedia memisahkan harta pribadi dengan harta debitor;
  • Surat pernyataan tidak pernah dinyatakan pailit;
  • Surat pernyataan tidak pernah menjadi anggota Direksi dan Komisaris yang dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit;
  • Surat pernyataan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman pidana 5 (lima) tahun atau lebih dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
  • Surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari rumah sakit pemerintah;
  • Surat Keterangan Catatan Kepolisian;
  • Pasfoto;
  • Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak pendaftaran Kurator dan Pengurus; dan
  • Alamat surat menyurat pemohon.

Sehubungan dengan pertanyaan Anda soal advokat yang telah mengantongi izin dan ingin menjadi kurator, selain melampirkan syarat-syarat di atas, bagi advokat atau akuntan publik, juga harus melampirkan surat keterangan terdaftar sebagai advokat atau surat keterangan terdaftar sebagai akuntan publik.[4]

Selain melampirkan syarat-syarat di atas, pemohon yang berasal dari sarjana hukum atau sarjana ekonomi, juga harus melampirkan fotokopi ijazah sarjana hukum atau fotokopi ijazah sarjana ekonomi yang dilegalisir oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.[5]

Perlu diketahui, pemohon pendaftaran Kurator dan Pengurus dilarang merangkap jabatan, selain:[6]

  1. advokat;
    1. akuntan;
    1. mediator;
    1. konsultan hak kekayaan intelektual;
    1. konsultan hukum pasar modal; dan
    1. arbiter.

    Pemohon yang telah memenuhi syarat diberikan Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum dalam waktu 7 (tujuh) hari. Surat Bukti Pendaftaran tersebut berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan.[7]

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

    Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;

    Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Kurator dan Pengurus.

  1. Pasal 70 ayat (1) huruf b jo. ayat (2) UU KPKPU dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Kurator dan Pengurus (“Permenkumham 18/2013”)
  2. Pasal 3 ayat (2) Permenkumham 18/2013
  3. Pasal 3 ayat (3) Permenkumham 18/2013
  4. Pasal 4 ayat (2) Permenkumham 18/2013
  5. Pasal 4 ayat (3) Permenkumham 18/2013
  6. Pasal 6 ayat (1) Permenkumham 18/2013
  7. Pasal 7 Permenkumham 18/2013

Terkait dengan pertanyaan Anda mengenai gaji kurator, dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus (“Permenkumham 11/2016”) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus (“Permenkumham 2/2017”) dikenal dengan istilah imbalan jasa kurator.

Imbalan Jasa adalah upah yang harus dibayarkan kepada Kurator atau Pengurus setelah kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang berakhir.[1] Besarnya imbalan jasa Kurator ditentukan setelah kepailitan berakhir.[2]

Dalam Permenkumham 11/2016 dan perubahannya ini tidak ditetapkan berapa angka (besaran) imbalan jasa bagi seorang kurator, tetapi besarnya imbalan jasa ditentukan sebagai berikut:[3]

  1. dalam hal kepailitan berakhir dengan perdamaian, Imbalan Jasa dihitung dari persentase nilai utang yang harus dibayar oleh Debitor;
  2. dalam hal kepailitan berakhir dengan pemberesan, Imbalan Jasa dihitung dari persentase nilai hasil pemberesan harta pailit di luar utang; atau
  3. dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak di tingkat kasasi atau peninjauan kembali, besarnya Imbalan Jasa dibebankan kepada pemohon pernyataan pailit atau pemohon dan Debitor dalam perbandingan yang ditetapkan oleh majelis hakim.

Besarnya persentase imbalan jasa kurator berdasarkan bagaimana cara kepailitan berakhir (dengan perdamaian, dengan pemberesan atau penolakan dalam tingkat kasasi atau peninjuan kembali), yaitu:[4]

  1. Besarnya Imbalan Jasa bagi Kurator Dalam Hal Kepailitan Berakhir dengan Perdamaian:
No   Nilai Utang   Persentase  
1   sampai dengan Rp 50  miliar 5%  
2   di atas Rp 50 miliar sampai dengan Rp 250 miliar 3%  
3   di atas Rp 250 miliar sampai dengan Rp 500 miliar 2%  
4   di atas Rp 500 miliar 1%  
  • Banyaknya Imbalan Jasa bagi Kurator dalam hal Kepailitan Berakhir dengan Pemberesan:
No Nilai Utang   Persentase  
1   sampai dengan Rp 50  miliar 7,5%  
2   di atas Rp 50 miliar sampai dengan Rp 250 miliar 5,5%  
3   di atas Rp 250 miliar sampai dengan Rp 500 miliar 3,5%  
4   di atas Rp 500 miliar   2%  
  • Besarnya Imbalan Jasa kurator dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak di tingkat kasasi atau peninjauan kembali, besarnya Imbalan Jasa dibebankan kepada pemohon pernyataan pailit atau pemohon dan Debitor dalam perbandingan yang ditetapkan oleh majelis hakim, yakni dihitung berdasarkan tarif jam terpakai. Tarif jam kerja terpakai paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah) per jam dengan ketentuan tidak boleh melebihi nilai persentase tertentu dari nilai harta pailit.[5]

Jadi imbalan jasa kurator itu ditentukan setelah kepailitan berakhir dan persentase besarannya ditentukan berdasarkan bagaimana cara kepailitan berakhir.

Honorarium Notaris

Sedangkan Notaris menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan kewenangannya. Besarnya honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya.[6]

 Nilai ekonomis ditentukan dari objek setiap akta sebagai berikut:[7]

  1. sampai dengan Rp 100 juta atau ekuivalen gram emas ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5%;
  2. di atas Rp 100 juta sampai dengan Rp 1 miliar honorarium yang diterima paling besar 1,5 %; atau
  3. di atas Rp 1 miliar honorarium yang diterima didasarkan pada kesepakatan antara Notaris dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1 % dari objek yang dibuatkan aktanya.

Sedangkan nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap akta dengan honorarium yang diterima paling besar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).[8]

Jadi menjawab pertanyaan Anda, imbalan jasa kurator itu ditentukan setelah kepailitan berakhir dan persentase besarannya ditentukan berdasarkan bagaimana cara kepailitan berakhir. Imbalan jasa kurator itu didapat dari persentase dari nilai utang yang harus dibayar oleh Debitor (jika kepailitan berakhir dengan perdamaian), persentase nilai hasil pemberesan harta pailit di luar utang (jika kepailitan berakhir dengan pemberesan), atau dihitung berdasarkan tarif jam kerja kurator yang terpakai (jika permohonan pernyataan pailit ditolak di tingkat kasasi atau peninjauan kembali). Sementara, honorarium notaris salah satunya dihitung berdasarkan nilai ekonomis yang ditentukan dari persentase nilai objek dari akta yang dibuatnya.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.   

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus.

Referensi:

Sutan Remy Sjahdeini. 2016. Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan. Jakarta: Prenadamedia Group.

  1. Pasal 69 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU
  2. Pasal 65 UU Kepailitan dan PKPU
  3. Pasal 10 ayat (1) huruf b UU Kepailitan dan PKPU
  4. Pasal 225 ayat (2) dan ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU
  5. Pasal 15 ayat (4), Pasal 82, Pasal 98, Pasal 99 ayat (1) Pasal 100 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) Kepailitan dan PKPU
  6. Pasal 234 ayat (1) dan ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU
  7. Pasal 234 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU
  8. Pasal 15 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU
  9. Pasal 24 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU
  10. Pasal 105 UU Kepailitan dan PKPU
  11. Pasal 16 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU
  12. Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU
  13. Pasal 15 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU
  14. Pasal 66 UU Kepailitan dan PKPU
  15. Pasal 67 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU
  16. Pasal 85 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU
  17. Pasal 86 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU
  18. Pasal 113 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU
  19. Pasal 1 angka 1 Permenkumham 11/2016
  20. Pasal 75 UU KPKPU
  21. Pasal 2 ayat (1) Permenkumham 11/2016
  22. Lampiran Permenkumham 11/2016 dan Permenkumham 2/2017
  23. Pasal 2 ayat (3) dan (4) Permenkumham 11/2016
  24. Pasal 36 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UU Jabatan Notaris”)
  25. Pasal 36 ayat (3) UU Jabatan Notaris
  26. Pasal 36 ayat (4) UU Jabatan Notaris
Share
       
bambangKURATOR DAN HAKIM PENGAWAS
read more